Sabtu, 13 April 2013

PENGGERAKAN (ACTUATING) DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

A. PENDAHULUAN 1. Konteks Masalah Manajemen pendidikan adalah manajemen yang diterapkan dalam pengembangan pendidikan. Dalam arti, ia merupakan seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan Islam untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien. Manajemen pendidikan lebih bersifat umum untuk semua aktifitas pendidikan pada umumnya, sedangkan manajemen pendidikan Islam lebih khusus lagi mengarah pada manajemen yang diterapkan dalam pengembangan pendidikan Islam Pendidikan Islam walaupun mengandung perincian terhadap manajemen pendidikan seperti yang terkandung dalam manajemen pendidikan mutakhir, namun sudah pasti ia mengandung berbagai prinsip umum yang menjadi dasar manajemen pendidikan Islam sehingga ia sejalan dengan kemajuan dan perkembangan yang baik. Fokus manajemen sekolah memungsikan dan mengoptimalkan kemampuan menyusun rencana sekolah dan rencana anggaran, mengelola sekolah berdasarkan rencana sekolah dan rencana anggaran, dan memungsikan masyarakat untuk berpartisipasi mengelola sekolah. Peranan manajemen sangat ditentukan oleh fungsi-fungsi manajemen. Fungsi-fungsi inilah yang menjadi inti dari manjemen itu sendiri. Fungsi-fungsi tersebut merupakan poses yang harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terlibat dalam sebuah organisasi. Fungsifungsi ini pula yang menentukan berhasil dan tidaknya kinerja manajemen. Mengenai fungsi manajemen ada empat macam yaitu: Perancanaan (Planning), Pengorganisasian (Organizing), pelaksanaan (Actuating) dan pengawasan ( controlling). 2. Rumusan Masalah Berdasarkan konteks masalah diatas, dapat diuraikan permasalahan-permasalahan sebagai berikut : a. Apa saja komponen-komponen penggerakan (actuating) dalam manajemen? b. Bagaimana implementasi penggerakan (actuating) dalam manajemen pendidikan Islam? 3. Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah : a. Mengetahui dan menjelaskan komponen-komponen penggerakan (actuating) dalam manajemen. b. Mengetahui konsep dan implementasi penggerakan (actuating) dalam manajemen pendidikan Islam. B. PEMBAHASAN 1. Komponen-komponen Penggearakan (Actuating) dalam Manajemen a. Defenisi Penggerakan dan Pelaksanaan (Aktuasi) Fungsi aktuasi merupakan usaha untuk menciptakan iklim kerja sama diantara staf pelaksana program sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien. Fungsi aktuasi tidak terlepas dari fungsi manajemen lainnya. Fungsi penggerak dan pelaksanaan dalam istilah lainnya yaitu actuating (memberi bimbingan), motivating (membangkitkan motivasi), directing (memberikan arah), influencing (mempengaruhi) dan commanding (memberikan komando atau perintah). Penggerakan dan pelaksanaan (aktuasi) adalah upaya untuk menjadikan perencanaan menjadi kenyataan, dengan melalui berbagai pengarahan dan pemotivasian agar setiap staf dapat melaksanakan kegiatan secara optimal sesuai dengan peran, tugas dan tanggungjawabnya. b. Tujuan Fungsi Aktuasi Pelaksanaan (actuating) menurut Terry dalam Sagala adalah merangsang anggota-anggota kelompok melaksanakan tugas-tugas dengan antusias dan kemauan yang baik. Tugas menggerakkan dilakukan oleh pemimpin. Sedangkan menurut Keith Davus pelaksanaan dalam Sagala , ialah kemampuan membujuk orang-orang mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dengan penuh semangat. Penggerakan dalam manajemen sekolah adalah merancang guru dan personal sekolah lainnya melaksanakan tugas-tugs dengan antusias dan kemauan yang baik untuk mencapai tujuan dengan penuh semangat. Motivasi merupakan inti dari pelaksanaan. Motivasi adalah suatu keadaan di dalam diri seseorang yang mendorong, mengaktifkan atau menggerakan yang mengarah atau menyalurkan prilaku ke arah tujuan. Dalam pelaksanaan atau actuating ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan yaitu 1) Keteladanan, 2) Konsisten, 3) Keterbukaan, 4) Kelembutan, 5) Kebijakan. Semua prinsip-prinsip tersebut mempercepat dan meningkatkan kualitas penggerakan. Fungsi aktuasi haruslah dimulai pada diri manajer selaku pimpinan organisasi. Manajer yang ingin berhasil menggerakkan karyawannya agar bekerja lebih produktif, harus memahami dan menerapkan ilmu psikologi, ilmu komunikasi, kepemimpinan dan sosiologi. Seorang manajer harus mampu bersikap yaitu objektif dalam menghadapi berbagai persoalan organisasi melalui pengamatan, objektif dalam menghadapi perbedaan dan persamaan karakter stafnya baik sebagai individu maupun kelompok manusia. Manajer mempunyai tekad untuk mencapai kemajuan, peka terhadap lingkungan dan adanya kemampuan bekerja sama dengann orang lain secara harmonis. Dengan kata lain, manajer harus peka dengan kodrat manusia yaitu mempunyai kekuatan dan kelemahan, tidak mungkin akan mampu bekerja sendiri dan pasti akan memerlukan bantuan orang lain, manusia mempunyai kebutuhan yang bersifat pribadi dan sosial, dan pada diri manusia kadang-kadang muncul juga sifat-sifat emosional. Tujuan fungsi aktuasi, adalah: 1) Menciptakan kerja sama yang lebih efisien; 2) Mengembangkan kemampuan dan ketrampilan staf; 3) Menumbuhkan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan; 4) Mengusahakan suasana lingkungan kerja yang meningkatkan motivasi dan prestasi kerja staf; dan 5) Membuat organisasi berkembang secara dinamis. c. Prinsip-prinsip Penggerakan Ada beberapa prinsip dalam penggerakan staf suatu organisasi yang perlu diperhatikan, yaitu: 1. Efisien 2. Komunikasi 3. Jawaban terhadap pertanyaan 5w + 1H 4. Penghargaan linsentif d. Tahapan Penggerakan Tindakan penggerakan dibagi dalam tiga tahap, yaitu: 1. Memberikan semangat, motivasi, inspirasi atau dorongan sehingga timbul kesadaran dan kemauan para petugas untuk bekerja dengan baik. Tindakan ini juga disebut motivating. 2. Pemberian bimbingan melalui contoh-contoh tindakan atau teladan. Tindakan ini juga disebut koding yang meliputi beberapa tindakan, seperti: pengambilan keputusan, mengadakan komunikasi antara pimpinan dan staf, memilih orang-orang yang menjadi anggota kelompok dan memperbaiki sikap, pengetahuan maupun ketrampilan staf. 3. Pengarahan (directing atau commanding) yang dilakukan dengan memberikan petunjuk-petunjuk yang benar, jelas dan tegas. Segala saran-saran atau instruksi kepada staf dalam pelaksanaan tugas harus diberikan dengan jelas agar terlaksana dengan baik terarah kepada tujuan yang telah ditetapkan. e. Faktor-faktor Penghambat Fungsi Aktuasi Kegagalan manajer menumbuhkan motivasi staf merupakan hambatan utama fungsi aktuasi. Hal ini dapat terjadi karena manajer kurang memahami hakekat perilaku dan hubungan antar manusia. Seorang manajer yang berhasil akan menggunakan pengetahuannya tentang perilaku manusia untuk menggerakan stafnya agar bekerja secara optimal dan produktif. Abraham maslow meyakini bahwa ketidak puasan kebutuhan individu adalah sumber motivasi utama. Ia menempatkan lima kebutuhan dalam bentuk hierarki dari yang paling mendasar hingga yang paling matang, yaitu: 1. Kebutuhan untuk keseimbangan faali (physical needs). Kebutuhan untuk melangsungkan kehidupan, seperti makanan, minuman, tidur, istirahat dan seksual. 2. Kebutuhan untuk rasa aman dan tenteram (security needs). Kebutuhan yang ada kaitannya dengan kepastian untuk hidup yang bebas dari ancaman dan bahaya yang didalamnya termasuk ancaman dan bahaya dari sudut ekonomi dan sosial. 3. Kebutuhan untuk duterima oleh lingkungan sosialnya (social needs). Kebutuhan seseorang sebagai anggota kelompok simpati yang dicintai dan disayangi. Kebutuhan sosial ini disebut juga dengan nama “the belonging and love needs”. 4. Kebutuhan untuk diakui (self esteem needs). Kebutuhan status, kehormatan, pengakuan, gengsi, sukses mencapai kedudukan dan status sosial yang lebih tinggi. 5. Kebutuhan untuk menunjukkan kemampuan diri (self actualization needs). Kebutuhan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan bakatnya, ingin berprakarsa, mengeluarkan idea dan gagasan kebutuhan penampilan diri ini disebut juga dengan ”realizatio needs”. f. Premis Dasar Menurut McGregor ada premis dasar yang merupakan pandangan yang berlawanan dalam bentuk teori x dan teori y dengan Ciri-ciri teori X adalah berasumsi : kebanyakan pekerja yang bekerja pada suatu perusahaan bekerja sedikit mungkin dan mereka umumnya menentang perubahan. Kebanyakan pekerja harus dibujuk, diberikan penghargaan, diuhukum dan diawasi untuk mengubah kelakuan mereka agar sesuai dengan kebutuhan organisasi. Kebanyakan pekerja ingin diberikn pengarahan oleh seorang manajer formal dan dimana ada kesempatan mereka berusaha untuk menghindari tanggungjawab. Ciri-ciri teori Y adalah berasumsi : kebanyakan pegawai perusahaan tidaklah secara inheren membenci pekerjaan kebanyak pegawai memiliki kapasitas untuk menerima tanggungjawab dan potensi untuk pengembangan tetapi manajemen melalui tindakanya harus membuat mereka sadar tentang sifat-sifat tersebut. Kebanyakan pegawai ingin memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan untuk mengaktualisasi diri sendiri. Sedangkan Teori Z adalah lebih menekankan pada peran dan posisi pegawai atau karyawan dalam perusahaan yang dapat membuat para pekerja menjadi nyaman, betah, senang dan merasa menjadi bagian penting dalam perusahaan. Dengan demikian maka karyawan akan bekerja dengan lebih efektif dan efisien dalam melakukan pekerjaannya. Berikut ini adalah syarat dan ciri dari perusahaan yang menerapkan teori Z: a) Tanggung jawab diberikan secara perorangan atau individual; b) Karyawan bebas bekerja menggunakan keterampilan yang dimilikinya; c) Karyawan dipekerjakan seumur hidup dan jika perusahaan mengalami krisis, maka para pegawai tidak akan dipecat atau phk; d) Pengambilan keputusan dilakukan dengan cara konsensus atau secara terbuka. Walaupun akan memakan waktu yang lebih lama namun tingat keberhasilan pengimplementasian hasil keputusan yang didapat akan lebih tinggi karena mendapat dukungan dari mayoritas pekerja; dan e) Promosi dilakukan perlahan-lahan dari bawah, dan proses evaluasi prestasi dan promosi dilakukan dengan hari-hati agar tidak menimbulkan masalah dengan para karyawan. Dari premis dasar diatas dikenallah Motivasi yang berasal dari movere artinya menggerakan, didalamnya ada beberapa teori dasar untuk menggerakan manusia antara motivasi, kepemimpinan, komunikasi, evaluasi. “…Motivasi mewakili proses psikologikal yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya dan terjadinya persistensi kegiatan sukarela yang diarahkan ke arah tujuan tertentu”. Menurut Terry motivasi adalah keinginan yang terdapat pada seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan”. Adapun robin memahami motivasi adalah kesediaan untuk melaksanakan upaya tinggi untuk mencapi tujuan organisasi yang dikondisi oleh kemampuan, upaya demikian untuk memenuhi kebutuhan individual tertentu. g. Kepemimpinan Dalam konteks lembaga pendidikan, kepemimpinan pada gilirannya bermuara pada pencapaian visi dan misi organisasi atau lembaga pendidikan yang dilihat dari mutu pembelajaran yang dicapai dengan sungguh-sungguh oleh semua personil lembaga pendidikan. Kepemimpinan pendidikan ialah kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan pendidikan secara bebas dan sukarela. Di dalam kepemimpinan pendidikan sebagaimana dijalankan pimpinan harus dilandasi konsep demokratisasi, spesialisasi tugas, pendelegasian wewenang, profesionalitas dan integrasi tugas untuk mencapai tujuan bersama yaitu tujuan organisasi, tujuan individu dan tujuan pemimpinnya. Ada tiga keterampilan pokok yang berlaku umum bagi setiap pimpinan termasuk pimpinan lembaga pendidikan, yaitu: a. Teknis keterampilan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan, metode teknik dan peralatan yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas-tugas tertentu yang diperoleh dari pengalaman, pendidikan dan pelatihan. b. Teknis keterampilan kemampuan dan penilaian dalam bekerja dengan dan melalui orang, termasuk dalam memahami motivasi dan penerapan kepemimpinan yang efektif. c. Keterampilan kemampuan konseptual untuk memahami kompleksitas organisasi secara keseluruhan dan di mana operasi sendiri sesuai dalam organisasi. Pengetahuan ini memungkinkan seseorang untuk bertindak sesuai dengan tujuan organisasi total bukan hanya atas dasar tujuan dan kebutuhan kelompok sendiri. h. Pendekatan Pada Motivasi Apabila telah dapat diketahui kebutuhan yng dimiliki seseorang, langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah melakukan pendekatan kepada orang tersebut. Oleh Strauss dan Sayles pendekatan pada motivasi ini dibedakan atas lima macam, yaitu: 1. Pendekatan yang keras (be strong) Pendekatan dimana kekuasaan dan wewenang yang dimilki dipergunakan dalam melakukan motivasi. Pendekatan yang seperti ini sering berhasil jika kebutuhan karyawan masih terbatas pada kebutuhan dasar faali. 2. Pendekatan untuk memperbaiki (be good) Pendekatan yang dilakukan oleh administrator untuk meperbaiki karyawan melaui pemenuhan kebutuhan yang dimilki. Pendekatan yang seperti ini berhasil jika kebutuhan karyawan baru mencapai kebutuhan dasar faali serta kebutuhan akan rasa aman. Diharapkan setelah dilakukan perbaikan, karyawan mau bekerja dengan baik. 3. Pendekatan dengan tawar-menawar (implicit bargaining) Pendekatan yang dilakukan oleh administrator melalui tawar-menawar dengan staff, tentang kebutuhan akan dipenuhi. Pendekatan yang seperti ini hanya berhasil jika kebutuhan masih berkisar pada kebutuhan faali dan kebutuhan akan rasa aman. 4. Pendekatan melalui persaingan efektif (effective competition) Pendekatan yang dilakukan administrator dengan memberikan kesempatan timbulnya persaingan yang sehat antar karyawan untuk mencapai kemajuan. Pendekatan yang seperti ini dapat diterapkan untuk setiap macam kebutuhan yang ditemukan dikalangan karyawan, meskipun diakui hasilnya lebih dirasakan jika kebutuhan karyawan telah mencapai tingkat dihargai, dihormati dan ataupun penampilan diri. 5. Pendekatan dengan proses internalisasi (internalization process) Pendekatan yang dilakukan oleh administrator dengan jalan menimbulkan kesadaran pada diri masing-masing karyawan. Pendekatan yang seperti ini sering dipergunakan pada masyarakat yang telah maju. Masing-masing pendekatan tersebut ada aspek positif dan aspek negatifnya. Penerapannya dalam kehidupan sehari-hari amat tergantung dari situasi dan kondisi yang dihadapi. Jika situasi dan kondisi memang membutuhkan pendekatan secara keras, maka pendekatan dengan cara tersebut haruslah dilakukan. 2. Konsep dan Implementasi Penggerakan (Actuating) dalam Manajemen Pendidikan Islam Fungsi actuating merupakan bagian dari proses kelompok atau organisasi yang tidak dapat dipisahkan. Adapun istilah yang dapat dikelompokkan ke dalam fungsi ini adalah directing commanding, leading dan coordinating. Karena tindakan actuating sebagaimana tersebut di atas, maka proses ini juga memberikan motivating, untuk memberikan penggerakan dan kesadaran terhadap dasar dari pada pekerjaan yang mereka lakukan, yaitu menuju tujuan yang telah ditetapkan, disertai dengan memberi motivasi-motivasi baru, bimbingan atau pengarahan, sehingga mereka bisa menyadari dan timbul kemauan untuk bekerja dengan tekun dan baik. Bimbingan menurut Hadari Nawawi berarti memelihara, menjaga dan memajukan organisasi melalui setiap personal, baik secara struktural maupun fungsional, agar setiap kegiatannya tidak terlepas dari usaha mencapai tujuan. Dalam realitasnya, kegiatan bimbingan dapat berbentuk sebagai berikut : 1) Memberikan dan menjelaskan perintah; 2) Memberikan petunjuk melaksanakan kegiatan; 3) Memberikan kesempatan meningkatkan pengetahuan, keterampilan / kecakapan dan keahlian agar lebih efektif dalam melaksanakan berbagai kegiatan organisasi; 5) Memberikan kesempatan ikut serta menyumbangkan tenaga dan fikiran untuk memajukan organisasi berdasarkan inisiatif dan kreativitas masing-masing; dan 5) Memberikan koreksi agar setiap personal melakukan tugas-tugasnya secara efisien. Al-Qur'an dalam hal ini telah memberikan pedoman dasar terhadap proses pembimbingan, pengarahan ataupun memberikan peringatan dalam bentuk actuating ini. Allah berfirman :            •  •  Artinya: Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik. Actuating juga berarti mengelola lingkungan organisasi yang melibatkan lingkungan dan orang lain, tentunya dengan tata cara yang baik pula. Maka firman Allah mengatakan:         Artinya: Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan. Faktor membimbing dan memberikan peringatan sebagai hal penunjang demi suksesnya rencana, sebab jika hal itu diabaikan akan memberikan pengaruh yang kurang baik terhadap kelangsungan suatu roda organisasi dan lain-lainnya. Proses actuating adalah memberikan perintah, petunjuk, pedoman dan nasehat serta keterampilan dalam berkomunikasi. Actuating merupakan inti dari manajemen yang menggerakkan untuk mencapai hasil. Sedangkan inti dari actuating adalah leading, harus menentukan prinsip-prinspi efisiensi, komunikasi yang baik dan prinsip menjawab pertanyaan. C. KESIMPULAN Fungsi penggerakan dan pelaksanaan (Aktuasi) merupakan usaha untuk menciptakan iklim kerja sama di antara staf pelaksana program sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien. Tujuan fungsi aktuasi, adalah: 1. Menciptakan kerja sama yang lebih efisien 2. Mengembangkan kemampuan dan ketrampilan staf 3. Menumbuhkan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan 4. Mengusahakan suasana lingkungan kerja yang meningkatkan motivasi dan prestasi kerja staf 5. Membuat organisasi berkembang secara dinamis Prinsip-prinsip dalam penggerakan staf suatu organisasi, yaitu: 1. Efisien 2. Komunikasi 3. Jawaban terhadap pertanyaan 5w + 1H 4. Penghargaan insentif DAFTAR PUSTAKA Departemen Agama Republik Indonesia, 1999, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta. George R.Terry, 1986, Azas‐azas Management, Alumni, Bandung. Hadari Nawawi, 1983, Administrasi Pendidikan, PT Gunung Agung, Jakarta. Jawahir Tanthowi, 1983, Unsur-unsur Manajemen Menurut Ajaran Al-Qur'an, Pustaka al-Husna, Jakarta. J. Winardi, 2001, Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen, Jakarta : Rajagrafindo Persada. Langgulung, Hasan, 2000, Asas-Asa Pendidikan Islam. Jakarta: Al-Husna Zikra, Muninjaya, GAA. 2004, Manajemen Kesehatan (Edisi 2), EGC, Jakarta. Muhaimin, Suti’ah dan Sugeng Listyo Prabowo, 2010, Manajemen Pendidikan Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah. Jakarta: Kencana. Veithzal Rivai dan Sylviana Murni, 2009, Education Manajement analisis teori dan praktik, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Ramayulis, 2008, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: kalam Mulia. Robbins, Stepehen P., 2000, Managing Today, 2nd Ed, Prentice Hall. Sagala, Syaiful, 2010, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Bandung: CV. Alfabeta. Soetopo, Hendiyat dan Soemanto, Wasty. 1982, Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Sondang P. Siagian, 1997, Sistem Informasi untuk Mengambil Keputusan, Gunung Agung, Jakarta. Syafaruddin. 2005. Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, Cetakan I. Jakarta: Ciputat Press. Widodo, Sri, 2006. Pengaruh Motivasi dan Kepuasan Kerja Pada Kinerja Guru di SMP Kab. Blora. Tesis. Program Pasca-sarjana Magister Manajemen UNS (Tidak dipublikasikan).

Jumat, 28 September 2012

Hedonisme Spiritual

Sering kita menyaksikan bahwa sekarang wisata-wisata spiritual marak di lakukan oleh pelaku-pelaku jasa perjalanan dengan destinasi yang beragam dan berwarna. Baik itu yang sifatnya domestik maupun luar negeri. Fenomena ini sangat menarik untuk ditelusuri, baik dari sisi sosial-ekonomi maupun dari sisi religiusitas. Dari sisi sosial-ekonomi menunjukkan bahwa banyaknya partisipan dari kegiatan ini mengindikasikan tingkat kesejahteraan masyarakat sudah meningkat, sedangkan dari sisi religiusitas menunjukkan terjadinya tingkat sense of belonging dari para pemeluk agama, meskipun itu hanya sebatas tataran ritual formalistik.

Pencitraan kita tentang spiritual biasanya adalah sesuatu yang hanief, tingkat keimanan tertinggi, atau suatu praktek peribadatan yang berbeda dengan orang awam yang tidak mengenal seluk beluk agamanya sendiri. Kadang pula spiritual terlanjur dianggap sebagai sesuatu yg bebas dari hasrat indrawi dan asketisme.

Sedangkan terminologi "Hedonisme" adalah mazhab yang mengajarkan bahwa yang benar itu hanya kesenangan profan saja. Hedonisme oleh pengusung post modern sering mengacu pada sikap-sikap konsumtif orang-orang dewasa ini karena imbas modernitas yang turut melanggengkan kapitalisme Barat.

Dapatkah kita menahan diri kita sendiri agar tidak tergerus oleh hawa nafsu sesaat yang tak pernah padam? Kita mungkin tidak memperhatikan bahwa "hedonisme" itu juga bisa masuk pada lanskap spiritualitas kita. Antara "mesin hasrat" dan spiritualitas, tanpa sadar keduanya memiliki kesamaan pola dan itu benar-benar jauh dari perhatian kita. Ketika kita merasa nyaman dengan cara beragama kita, akhirnya kita melupakan hal penting, yaitu untuk terus mencari ilmu memperdalam cara beragama kita, atau kembali mempertanyakan esensi dari amaliah ibadah kita sehari-hari (baik secara vertikal maupun horizontal) agar spiritualitas dalam diri kita benar-benar dibangun di atas asas yang kokoh dan rasional, bukan euforia yang gamang tanpa tahu sedang melakukan apa. Kita menempelkan atribut-atribut, simbol-simbol dan identitas agama kita pada suatu hal yang sebenarnya adalah kelakuan dari jiwa kita yang berubah menjadi mesin, dan kemudian mengatakan “inilah spiritualitas”. Padahal kita tengah mabuk dan memonopoli kebenaran dengan berasaskan hedonisme belaka (sesuatu yang enak adalah kebenaran).

Belum terlambat kiranya, jika kita terus mempertanyakan apakah aktivitas religiusitas yang kita jalani apakah sudah benar-benar sesuai dengan peruntukannya (dalam segala dimensinya) ataukah hanya sekedar bunga-bunga dari entitas transendental kita.

Wallahu a'lamu bisshawab

Kamis, 27 September 2012

KETIKA PENDIDIKAN ADALAH TANGGUNGJAWAB BERSAMA

Kemarin di koran Kompas diberitakan ada dua sekolah unggulan di Jakarta yang terlibat tawuran yang mengakibatkan siswanya terluka parah, bahkan ada satu orang yang meninggal dunia. Disinyalir bahwa penyebab terjadinya kasus ini adalah karena ketidakmampuan siswa-siswa di kedua sekolah tersebut dalam mengendalikan emosinya. Dan tragedi ini adalah merupakan pengulangan yang kesekian kalinya dari kasus-kasus tawuran antar pelajar di Ibu Kota.

Patut kita cermati lebih dalam, apa sebenarnya yang sedang terjadi di tengah-tengah komunitas lembaga pendidikan kita, apakah hal tersebut merupakan indikasi dari gagalnya pembumian nilai-nilai luhur keagamaan yang kental dengan nuansa tolerannya, ataukah karena memang generasi muda kita sudah sedemikian jauh berubah menjadi tunas bangsa yang menjadikan emosi (arogansi) di atas segala-galanya?

Dua pertanyaan mendasar tersebut di atas hendaknya menjadi pekerjaan rumah kita bersama ditengah begitu concern nya pemerintah (Kemendikbud) mengagendakan pendidikan karakter sebagai mainstream dari warna pendidikan kita dua tahun terakhir. Dan dalam hal ini pemerintah tidak tanggung-tangung menggelontorkan biaya yang tidak sedikit untuk mengejawantahkannya.

Sejatinya, fitrah pendidikan adalah bekal manusia untuk menjadikan dirinya menjadi panutan di bumi ini. Begitu mulianya makhluk yang namanya manusia, sampai-sampai pada tataran tertentu dia bisa melebihi derajat malaikat di hadapan Tuhan ketika ia selalu menggunakan akal dan kalbunya. Tetapi disisi lain dia bisa lebih rendah dari binatang manakala dia tidak mampu mengekang emosi (nafs) nya. Dan tantangannya adalah kedua potensi ini bisa silih berganti terjadi pada diri seseorang tergantung dari treatment spiritualitas yang dibangun dalam dirinya. Semakin sering ia mengasah akal dan kalbunya, maka semakin besar peluang baginya untuk menjadi prototype melebihi malaikat. Tetapi sebaliknya kalau ia semakin mengikuti nafs-nya tampa berusaha mengarahkannya ke hal-hal yang positif, maka semakin besar peluangnya untuk menjadi makhluk yang lebih rendah dari binatang.

Kalau kita melihat selama ini, masyarakat (orang tua) cenderung menyerahkan urusan pendidikan dalam segala ranahnya kepada institusi yang namanya sekolah. Padahal kalu kita mau telisik lebih dalam lagi ternyata urusan pendidikan itu adalah tanggung jawab bersama, karena pendidikan adalah sesuatu yang sifatnya sistemik. Meminjam penjabaran tanggung jawab pendidikan dalam lanskap Ki Hajar Dewantara, maka yang bertanggung jawab adalah tiga sisi integrasi yang saling menopang satu sama lainnya, yaitu sekolah, orang tua, dan masyarakat. Sehingga ketika masalah tawuran adalah masalah serius dalam dunia kependidikan kita, maka tidaklah tepat kalau yang disalahkan adalah satu sisi saja, dalam hal ini lembaga sekolah, tetapi semua lanskap harus merasa itu adalah masalah bersama yang harus dicari solusi terbaiknya. Karena bisa saja terjadi, di sekolah mereka diajarkan tentang toleransi, tetapi ketika mereka kembali ke rumah ataupun ketika bergaul di tengah-tengah masyarakat justru arogansi yang dipertontonkan dan disajikan sehari-hari.

Wallahu a'lamu bisshawab

Selasa, 25 September 2012

Kesetiaan Dalam Hamparan Sajadah Cinta

Mungkin, apa yang telah-sedang-dan akan kita lakukan selalu kita sinergikan dalam rahman-rahim Nya Tuhan. Karena hal itu semua bisa terbaca dan terasa dari keikutsertaan Tuhan ketika kita melaksanakan ritual sehari-hari, baik yang langsung maupun tidak langsung.

Saat fajar, ketika panggilan Tuhan sudah ternikmati oleh hati dan pikiran kita, kita bergegas untuk membersihkan segenap indera khilaf kita, dan kemudian membiarkan jejak langkah ini menuju tempat sujud integrasi. Di sana, di tempat biasa kita untuk menumpahkan segala harapan, kecemasan, dan cinta telah menunggu para malaikat dengan sayap kedamaianNya Tuhan. Selang beberapa menit, ajakan untuk mendirikan bukti terimakasih kita kepada Yang Maha Memiliki Segala-galanya telah merasuk dan mengalir dalam urat nadi kita. Kemudian sang imam persatuan dan kesatuan berdiri menghadap sumber kiblat ideologi untuk kemudian di ikuti oleh makmum husnuzzon.

Begitu kuat takbir kita membelah langit dan meresap bumi, sehingga yang ada adalah nafas-nafas pengakuan akan kebesaran dan keagungan Zat. Zat yang maha mampu membikin kita untuk sedekap, ruku' dan sujud dalam keadaan muthmainnah. Zat yang maha membuat kita begitu merindu ketika kefanaan adalah pintu untuk memasuki ke-kekal-an. Zat yang begitu maha bijaksana ketika terkadang bilik hati sempat mendua. Dan Zat tempat bergantung manakala qada' dan qadar adalah pembuktian ikhtiar-kerelaan.

Memasuki saat persaksian akan kesetiaan komitmen ketauhidan, kita mengundang semua nabi dan malaikat sebagai saksi. Bahwa bangunan shalat, konsistensi ibadah, nikmat hidup, dan peringatan kematian ini memang sungguh hanya dari dan untuk Tuhan semata. Di situ juga hadir bapak tauhid kita Ibrahim dan penyempurna segala peradaban ketauhidan Muhammad, yang menjadi wasilah kita menuju Hanief dalam segala dimensi hidup dan kehidupan.

Di penghujung pengabdian, kita sempurnakan ia dengan mengimplementasikan rahmat bagi seluruh lapisan tata kosmos. Bukti bahwa kita telah serius berikhtiar dalam mengemban amanah syukur.

Setelah satu amanah tertunaikan, maka kita berekspansi dan bereksplorasi dalam memaknai dan menerjemahkan kesehatan dan kesempatan dalam bentuk amanah yang lain. Sungguh suatu jejaring hidup yang harmoni dan bermartabat dalam restuNya Tuhan.

Wallahu a'lamu birrahmanirrahim

Senin, 06 Februari 2012

DAFTAR PERGURUAN TINGGI YANG MENERIMA SNMPTN JALUR UNDANGAN 2012

Sekali lagi, berikut ini daftar nama-nama perguruan tinggi yang mendapat mandat dari KEMDIKBUD RI untuk menerima mahasiswa lewat jalur undangan SNMPTN 2012. Penasaran? klik aja di sini

DAFTAR JURUSAN/PROGRAM JALUR UNDANGAN SNMPTN 2012

Bagi anda-anda yang masih bingung untuk mengambil jurusan di SNMPTN 2012 jalur undangan, langsung aja KLIK

Jumat, 27 Januari 2012